“Si tomboy itu ? ” tanyaku nggak percaya. Aku bergidik , kutatap wajah Adin tajam. Mataku melotot , bola mataku nyaris keluar.
“Apa kamu nggak salah? “ ulangku lagi pada Adin, masih tetap nggak percaya. Adin mengeleng. Sambil mengangkat bahu senyumannya mengembang manis. Nyaris tanpa beban.
“Emangnya kenapa? Ada yang salah dengan dia?“ Adin balik bingung dengan sikapku. Kali ini aku yang menggeleng. Lama kupandangi cewek berambut cepak bersegi yang jaraknya dua puluh meter di depan mataku. Cewek yang sudah seminggu ini jadi anak baru di sekolahku. Gaya urakanya dengan teman cowok sekelasnya sambil menyeruput minuman di tangannya sama sekali tak mengundang simpatiku . Aku cuma berfikir, gimana kalo sampai Samudra tahu cewek inilah yang kusodorkan padanya buat ia jadikan pacar. Apa nggak berabe? Adin menyikutku. Aku tersentak.
“Gimana?”Adin masih berapi-rapi.
“Apanya?” kataku makin malas merespon.
“Kamu setuju cewek itu jalan dengan Sam? Sedikit tomboy sih tapi sebenarnya dia sangat cantik . Gayanya juga nggak kalah keren denganmu”, Adin menyentilku. Aku mulai ngakak. Adin hafal betul dengan sikapku kalau nggak suka dengan sesuatu.
“Adin, Adin, elo mikir dong! Masak cewek kayak gitu elo jodohin dengan abang gue? Yang benar saja ! Apa dia mau? Walau dia belum punya cewek, sedikitnya aku tahulah seleranya ”, aku mulai nyolot. Ganti Adin yang sewot.
“Heh, emangnya abangmu kecakepan apa? Kayak Budi Anduk gitu?” Adin nyerocos. Nyinyirannya kumat.
“Hah ? Ya Ampyun !!! Ganteng banget tuh…. Nggak ada yang lebih parah apa ?? Ente mau muji abang ane apa mau ngejelek-jelekin dia?” protesku nggak terima.
“He..he..Ok,ok,ok, Sorry deh!!! Just kidding...Ya udah aku gnti…Kayak Choky Sitohang or artis idolamu, Naga Lyla ?” ralat Adin cepat.
“Yah, kalo dibandingin sama 2 cowok itu, abangku jelas kalahlah. Tapi juga nggak gitu-gitu amat sih jeleknya, lumayan gitulah untuk ukuran cowok kyak dia.Tapi kalo menurutku, rasanya nggak pantes aja kalo kita gandengin ama Si Tomboy itu. Lagian kamu dibayar berapa sih ama sepupu lo itu? Segitu semangatnya!” aku mulai curiga jangan-jangan Adin punya maksud lain dibalik semua permainan ini. Adin melengos.
Sedetik kemudian langkahnya gontai nyaris meniggalkanku. Nggak ingin cuma gara-gara cewek itu Adin benar-benar marah dan memusuhiku aku menyusul langkahnya kemudian.
“Elo marah beneran nih ceritanya?” tanyaku sambil menggodanya.
“Kita taruhan! Kalo abangmu nggak kepincut dengan cewek itu, aku bakal traktir kamu sepuluh hari berturut turut. Gimana?” Adin serius mengancam. Aku mulai berhitung. Membayangkan makan di Teens Cafe favoritku selama sepuluh hari.
“Apa bukan perbaikan gizi namanya itu ?” kulihat Adin makin nggak peduli. Dia benar benar meninggalkanku. Masuk ke kelas dengan wajah sedikit ditekuk.
Perjodohan itu cuma main-main. Nggak serius, apalagi beneran. Juga taruhanku dengan Adin. Sama sekali nggak ngisi otakku. Aku cuma pengen tahu kenapa Samudra sampai detik ini nggak mau punya pacar. Padahal, kupikir umurnya yang sudah lewat sweet seventeen-lah, sudah pantas buat cari gandengan.
“Lha , terus giliranku kapan? Kalau kau saja yang ditakdirkan lahir 2 tahun lebih dulu dari aku belum mau pacaran apa nggak jadi bomerang buatku nantinya di depan mama? Mama pasti memprotesku bahkan menyemprotku habis-habisan dengan kalimat saktinya kalau tahu aku mulai coba-coba naksir cowok. Sementara kakakku masih adem ayem aja buat urusan cewek.”
“Ayo dong Sam, kapan sih gue dikenalin cewekmu? Atau jangan- jangan kamu nggak tertarik ama yang namanya makhluk dari kaum hawa ?”, aku mendesak Samudra. Wajahnya yang lumayan ganteng mirip papaku cuman cengar-cengir santai. Sam malah asyik mengutak-atik mainan tamiyanya. Kayak anak kecil saja.
“Heh! Dasar katrok, kurang gaul, kurang kerjaan daripada gini mending kamu nge-date sana ama cewek mana gitu, apa lo nggak ngiri lihat temen-temen lo yang sudah pada punya gandengan? Kak Bryan, kak Revi, kak Arlan gitu?”
“Emmm, so?”, jawabnya asal. Aku makin dongkol nggadepin kakakku satu ini.
“So? Ih, susah ya ngomong ama anak kecil kayak loe. Eh, ngomong-ngomong kak Bryan udah beneran punya gandengan belum, sih? Kalo belum aku kirim salam deh ! Sampein salamku ya, Sam!!” kataku cari kesempatan. Setahuku cowok berwajah indo itu masih ngejomblo. Yah, siapa tahu saja dia naksir aku yang juga masih sendiri. Pikiran nakalku mulai ngelantur.
“ Heh anak kecil ! Tahu apa kau soal truk gandeng itu? Mending kamu pikirin gimana caranya bikinin mie goreng yang enak buat kakakmu ini. Gih, sana ke dapur !!” Sam mengusirku. Aku manyun.
“Udah sana cepatan!” Sam yang kian nggak sabar menimpukku dengan bantal kursi di dekatnya. Pertanda aku mesti ngalah untuk untuk sementara waktu.
“Sorry, sorry !! Aku janji nggak akan nanya-nanya lagi soal cewek ama kamu. Kecuali Si Tomboy itu , oke boss ?” mulut nyinyirku kelepasan ngomong. Lantas, aku ingat janjiku pada Adin. Kalau perjodohan itu nggak boleh bocor. Kalau taruhan itu cuma kita berdua yang tahu. Terus, kenapa dengan nekatnya aku ngomong soal cewek itu pada kakakku? Pada orang yang jelas-jelas jadi sasaranku dan Adin. Ah, nasi sudah menjadi bubur. Mau jadi nasi lagi sudah kelewat lembek.
“Eits, siapa yang elo ngomongin tadi? Si Tomboy? Si Tomboy yang mana?” Sam penasaran menahan langkahku yang mulai menjauhinya . Aku pura-pura nggak dengar tapi aku hapal betul dengan sikap kakakku kalau lagi penasaran seperti ini. Sam makin menarik tanganku agar aku kembali dan duduk di depannya.
“Maksud lo, si Tomboy cewek anak baru di sekolah kita? Yang rambutnya cepak habis kayak cowok? Yang gaulnya nggak cuma ama cowok-cowok sekelasnya, tapi juga cowok-cowok di kelasku? Yang tiba-tiba ngetop karena gayanya yang sok jagoan? Iya, kan?” Sam mencecarku panjang lebar . Aku nggak berkutik. Kupandangi wajah Sam yang sudah mulai tertarik pada cerita tentang cewek itu.
“Kamu kenal dia ?” tanyanya. Aku mengangkat bahu.
“Cuma kenal sedikit . Yang aku tahu dia sepupu Adin. Namanya Kezia,” aku menjawab sekenanya. Sejujurnya aku memang nggak pernah tahu dan nggak mau tahu tentang cewek itu. Semua pertaruhan itu Adin yang mengatur. Itu sebabnya kubiarkan Adin membuat skenarionya sendiri .
“Kalo gitu tolong sampein salamku ke dia. Bilang sekalian kalo surat cintanya udah sampai ke tanganku dengan selamat. Tapi sayang, aku sama sekali nggak berminat bacanya tuh! Puisinya terlalu norak!” kata Sam dingin. Jantungku seketika berdegup kencang. Aku takut Sam tahu semua keisengan itu. Aku jadi kapok. Tapi untung Sam nggak terlalu mempersoalkanya. Dia kembali larut dengan keasyikanya mengutak-atik tamiya. Leganya !
Orang pertama kucari dalam persoalan ini adalah Adin. Yeah, cewek tengil sahabatku itu tiba–tiba saja bak hilang ditelan bumi. Sepertinya ia tahu kalau aku bakal marah besar dan melabraknya habis-habisan. Gimana enggak? Surat cinta yang Adin karang mengatas namakan Si Tomboy itu nyatanyakan cuma untuk menjerumuskan aku. Boro-boro abangku jatuh cinta pada Si Tomboy, meliriknya saja rasanya sudah ogah!
“Darimana aja sih, Din ?” semprotku ketus pada Adin yang dengan santainya menghampiriku setelah aku rela berpanas-panasan menunggunya hampir satu jam.
“Biasa, kayak nggak tahu aku aja ? Aku habis menyelipkan surat cinta Samudra di atas tasnya Kezia,” jawabnya benar-benar nggak punya dosa.
“Hah? Apa aku nggak salah denger? Mati deh aku!” kataku seraya memukul jidatku sekeras-kerasnya. Kulihat Adin kebingungan.
“Lho emangnya kenapa? Bukanya semua ini rencana kita?” Kali ini aku malas meladeni Adin. Malas mengurus soal perjodohan antara kakakku dengan Si Tomboy itu. Aku sudah nggak peduli. Daripada aku kena semprot Sam dan hubungan persaudaraan menjadi bubar. Lebih baik aku nggak berteman dengan Adin.
Jantungku makin nggak karuan saja rasanya saat kutemui Sam di depan gerbang sekolahan. Wajahnya celingukan. Kelihatanya dia sedang nunggu seseorang.
“Ngapain ,Sam ?” tanyaku makin takut rahasia terbongkar. Sam cengar-cengir. Membuatku kian penasaran. Dia lantas menarik tanganku dan membisikan sesuatu di telingaku.
“Udah dua hari ini gue nunggu dia sepulang sekolah, tapi nggak pernah berhasil. Dia udah duluan jalan dengan cowok-cowok sekelasnya ,bikin gue bete”, Sam mulai mengoceh.
Aku keblingsatan jangan-jangan apa yang Adin omongin benar adanya kalau Sam tanpa sengaja naksir pada Si Tomboy itu. Pikiranku kembali terlintas saat Adin berkata dengan bangganya yakin bakal menang taruhan. Dan aku harus rela mengorbankan tabunganku habis dikuras Adin untuk mentraktirnya selama sepuluh hari berturut-turut. Gila !
“Jadi kamu nunggu dia ?”, aku masih nggak percaya ucapan kakakku.
Sam memandangku. Kedekatanku dengan kakakku satu ini nyaris nggak terbatas. Sam nggak cuma sekedar kakak, tapi juga teman untuk masalah. Dia nggak segan-segan berbagi cerita apa aja denganku. Begitu juga denganku.
“Dirimu tahu nggak? Cewek itu hebat. Kalo nggak ada dia, mungkin aku udah babak belur dihajar genknya Reno. Dia nggak cuma jago bela diri, tapi juga pintar bernegosiasi”, cerita Sam masih dengan semangat 45-nya. Bikin aku kian nggak ngerti dengan apa yang diceritakanya.
“Maksud lo?” tanyaku bingung.
“Masak kamu nggak ngerti juga. Adikku sayang, Reno tuh nyangka aku naksir Windy, ceweknya. Padahal tahu kalo itu pacar Reno juga enggak. Rupanya nggak cuma gosip. Beberapa lembar puisi cinta nyasar ke tangan Windy dan semuanya pake atas namaku. Dia berusaha nyelesain salah paham itu dengan mengaku pacarku gitulah”, Sam makin serius. Sementara aku makin deg-degan. Nggak nyangka dengan semua yang diceritakan kakakku.
Dan aku langsung bisa ambil kesimpulan kalo skenario yang dibuat Adin yang berantakan nggak karuan. Beberapa puisi cinta yang ditulis Adin untuk cewek tomboy itu malah berbalik menyerangku, membuatku pusing sepuluh keliling.
Sam tambah serius. Aku nggak pernah lihat dia serius ini.
“Kau mau nggak bantuin kakak kau ini? Aku pengen banget ketemu cewek itu. Jalan bareng atau sekedar traktik dia minuman dan ngucapin thanks berat atas semua kebaikanya”, Sam menantangku. Aku gelagapan. Kekalahan itu kian dekat di depan mata.
“Please! Cuma kamu adikku sayang yang bisa nolong aku!” Sam terus merayuku.
Akhirnya aku mengangguk. Segera aku temui Adin di kantin lalu segera mencari Si Tomboy itu. Ternyata Adin benar ! Si Tomboy itu terlalu cantik buat jadi seorang cowok. Hidungnya yang mancung berpadu dengan alis dan mata yang bagus. Menciptakan keindahan dan pesona tersendiri. Hanya kulitnya yang sedikit gelap. Tapi semua itu nggak mengurangi semua kecantikanya.
Si Tomboy juga terlalu lembut buat ukuran seorang jagoan. Tutur katanya manis, walau sikapnya sedikit sangar. Nyatanya penilaianku kali ini sungguh terbalik. Aku nggak melihat Si Tomboy seperti yang ada dalam pikiranku.
Saat kubawa ia ke hadapan Sam dan kukenalkan mereka berdua, keduanya sama-sama tersipu. Sam dan Kezia sama-sama salah tingkah. Ternyata perjodohan itu nggak sia-sia. Mereka kelihatannya sama-sama saling suka.
Kakakku emang bahagia tapi sekarang ganti aku yang kecewa. Aku harus menyerah kalah taruhan dengan Adin. Ah, aku nggak bisa membayangkan betapa bangganya Adin dengan kemenangannya. Apa boleh buat? Ah, cinta ternyata susah di tebak! (Diea-2011)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar